Sunday 24 November 2013

Kete Kesu - Toraja, dari Tongkonan, Makam Batu dan Patung Tao-tao

Beberapa menit setelah bus meninggalkan pool di Makassar, saya menarik selimut dan mengatur bantal untuk bisa mendapat posisi senyaman mungkin agar bisa tidur di bus yang akan menempuh perjalanan selama 8 jam menuju Tana Toraja. Tanpa terasa bus sudah memasuki Toraja saat subuh tiba, udara terasa begitu segar karena semalam hujan turun disini. Dari jendela bus terlihat pemandangan bukit diselimuti kabut, persawahan yang hijau dan sungai dengan air yang cukup deras di tepi jalan yang kami lintasi. Beberapa penumpang mulai turun, saya bertanya ke penumpang yang duduk di samping saya "Ini sudah sampai di Rantepao ya?", "Belum, Rantepao masih di depan lagi." jawabnya. Pertanyaan saya didengar oleh penumpang yang duduk agak belakang di baris samping kursi saya. Ia menyapa dan menanyakan tujuan saya ke Toraja, ternyata kami memilikai tujuann yang sama, akhinya kami putuskan untuk jalan bareng selama di Toraja. 


Begitu turun dari bus, beberapa orang menghampiri kami menawarkan jasa ojek atau sewa motor kepada kami. Sepertinya mereka sudah bisa mendapati penumpang yang tujuannya jalan-jalan seperti kami. Awalnya kami berempat berencana menyewa dua sepeda motor untuk keliling Toraja seharian, namun kami ditawarkan untuk menyewa mobil karena cuaca tidak bisa ditebak, bisa saja tiba-tiba hujan sehingga kami tidak bisa maksimal mengunjungi lokasi-lokasi wisata disana. Setelah berunding singakat, kimi sepakat untuk menyewa mobil dengan harga sewa Rp 400.000/hari seudah termasuk BBM dan driver.

Pemamndangan hijau dalamperjalanan menuju Kete Kesu
Selesai meneguk teh hangat dan numpang cuci muka di restaurant yang ada di tengah kota Rantepao, badan terasa lebih segar untuk mulai mengeksplore destinasi-destinasi di Toraja. Destinasi pertama kami yaitu Kete Kesu, letaknya tidak jauh dari pusat kota, sekitar 15 menit kami sudah sampai di Kete Kesu. Pemandangan di perjalanan begitu indah, sawah dengan backgroun bukit yang hijau begitu menyejukkan mata dengan udara yang begitu segar. Saat tiba di Kete Kesu, warga sedang memanen ikan di empang yang ada di bagian depan desa. Tidak begitu jauhan dibelakang, tampak tongkonan berjajar rapi, tongkonan ini ada yang difungsikan sebagai tempat tinggal dan ada juga yang difungsikan sebagai lumbung penyimpanan beras.
Tongkonan di Kete Kesu
Tongkonan di baris sebelah kiri difungsikan sebagai tempat tinggal, di baris sebelah kanan sebagai lumbung padi

Usia tongkonan disini sudah cukup tua, atapnya sudah penuh ditumbuhi lumut dan paku-pakuan sehingga menambah kesan unik. Tongkonan dibangun dari kayu dengan bentuk atap yang khas seperti tanduk kerbau yang terbuat dari bambu yang disusun rapi dan pada bagian paling atas ditutup dengan daun kelapa. Tongkonan dibangun tanpa menggunakan paku, hanya menggunakan pasak dari kayu sebagai pengganti paku sedangkan untuk menyusun atap digunakan tali dari rotan. 
Pada bagian depan tongkonan selalu terdapat ukiran ayam jantan di bagian paling atas dan juga dihiasi ukiran khas toraja dengan perpaduan warna hitam, merah dan putih disekitarnya. Satu lagi yang khas yaitu tanduk-tanduk kerbau yang disusun vertikal pada tiang bagian depan Tongkonan. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang dipasang, menunjukkan semakin tinggi status sosial pemiliknya.
Tanduk kerbau menghiasi Tongkonan
Kami diajak masuk ke salah satu rumah untuk melihat kondisi dalam tongkonan. Menaiki beberapa anak tangga kayu, kami sudah berada di dalam tongkonan. Bagian dalam tongkonan terbagi menjadi tiga ruang, bagian terdepan adalah bagian yang difungsikan untuk ruang menerima tamu yang lantainya lebih tinggi dari lantai ruang bagian tengah yang langsung berhubungan dengan tangga masuk dan berfungsi sebagai ruang tidur keluarga. Di sudut ruang ini terdapat tempat yang dimannafatkan sebagai dapur, terdapat tempat memasak berupa tungku dari batu dengan wadah kotak kayu besar. Terdapat juga tempat mencuci berupa batu yang ada lubangnya untuk saluran pembuangan air.
Bagian/ruangan ketiga dari tongkonan yang posisinya paling belakang dengan lantai dibuat lebih tinggi dan lebih tertutup dengan sebuah pintu di bagian tengah yang menghubungkan dengan ruang utama. Ruang ini difungsikan sebagai tempat "berkumpul" suami istri.

Kondisi dalam Tongkonan

Tungku tempat memasak dan tempat mencuci yang terbuat dari batu
Turun dari tongkonan, kami diajak melihat makam yang ada di dinding tebing batu karst yang ada di bagian belakang desa. Sambil berjalan menaiki anak tangga sudah terlihat peti-peti kayu tua diletakkan dibawah tebing, sebagian peti juga ada yang diletakkan di atas tebing. Nampak beberapa peti sudah rusak dan terbuka, didalamnya tulang belulang dan tengkorak begi banyak. Pak Lukman, guide kami mengingatkan kami untuk tidak sekali-kali memindahkan tengkorak atau tulang belulang tersebut namun kami diperbolehkan untuk melihat secara dekat. Peti-peti kayu tersebut dihiasi dengan ukiran khas Toraja, ada yang berbentuk seperti atap tongkonan, ada juga yang berbentuk kerbau ataupun babi. 



Di bagian lain nampak patung-patung kayu yang dibuat semirip mungkin dengan orang yang dimakamkan disana. Patu-patung tersebut diletakkan dalam ruang berbentuk persegi yang dibuat dengan menlubangi dinding tebing dan ditutup dengan pintu besi. Patung kayu itu oleh warga Toraja disebut "Tao-tao" yang merupakan replika dari jasad yang dimakamkan disana.
Tao-tao, replika tokoh yang dinakamkan di Kete Kesu
My travelmate sibuk foto patung Tao-tao

Kami terus menyusuri lebih ke belakang lagi, terdapat gua yang tidak terlalu dalam dimana di dalamnya diletakkan beberapa peti di bagian atas dinding gua. Terdapat juga pakaian dan benda-benda milik oarang yang dimakamkan disini. Mereka beranggapan benda-benda tersebut sebagai bekal bagi arwah di alam setelah meninggal.

Dibagian lain Kete Kesu yaitu di bagian depan desa terdapat batu-batu besar berbentuk lancip ditanam. Menurut cerita Pak Lukman, batu-batu tersebut akan ditanam jika keluarga almarhun melakukan pesta pemakaman yang dikenal dengan pesta Rambu Solo dimana pada pesta tersebut keluarga memotong minimal 24 ekor kerbau dan beberapa ekor babi. Jadi bisa dikatakan, keluarga almarhum yang mampu atau dari status sosial yang tinggi saja yang memiliki batu seperti ini karena pelaksanaan pesta Rambu Solo memakan biaya yang cukup besar. 

Toraja dikenal sebagai destinasi wisata budaya dan makam batu yang menjadi andalannya. Masing-masing destinasi memiliki keunikan tersendiri namun di Kete Kesu sudah bisa mewakili apa yang ada di Toraja yaitu Tongkonan, makam batu dengan patung Tao-taoya. Jadi jika ke Toraja terlebih lagi dalam waktu yang singkat, Kete Kesu adalah salah satu destinasi yang wajib dikunjungi.


Note: Jika anda ke Toraja, anda bisa menghubungi Pak Lukman Mangallo atau lebih dikenal dengan Mangallo dengan No HP: 085298025178. Beliau biasa membawa tamu dengan menyewakan mobilnya sekaligus menjadi driver dan yang lebih penting sekaligus menjadi tour guide yang sangat baik.

Related Posts:
Kampung Adat Bena, Kampung dengan Jejak Megalit di Kaki Gunung Inerie
Ngejot, Tradisi Luhur Masyarakat Lenek yang Terus Bertahan
Tradisi Omed-omdean di Banjar Kaja, Sesetan

8 comments:

  1. Saya juga sudah pernah ke Kete kesu"
    tempat yang paling wajib jika berkunjung ke Toraja.

    salam kenal
    @kadabrakbar121
    www.indonesianholic.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya sempat baca artikelnya sebeum berngkat ke toraja.
      Salam kenal juga, thanks udah mampir.
      @toliq_anshari

      Delete
  2. wah.. ulasannya bagus, saya memang berencana mau kesana tahun depan..
    jadi dapat inspirasi deh..
    makasih ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks udah mampir mbak, semoga tripnya ke toraja nanti menyenangkan.. :)

      Delete
  3. Toraja mmg mengagumkan, hamparan sawah menghijau dan rumah2 adat yg menawan. Cuman sayang kurang restoran atau tempat makan yg halal hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju mas. ada sih, tapi warung2 gitu mahal pula.. :D

      Delete
  4. Replies
    1. kan tinggal pulang kampung aja om.. hehee..

      Delete