Berbeda dari biasanya, berkumpul bersama keluarga menikmati buka puasa hari terakhir dan ikut sibuk malam takbiran, tapi pada hari terakhir puasa tahun lalu saya malah ikut dengan tetangga saya ke kampungnya di Desa Lenek, Kecamatan Aikmel, Kabupeten Lombok Timur.
Tetangga mengajak saya sebut saja sebagai tukang foto untuk mengabadikan moment budaya "Ngejot" melalui bidikan lensa, kebetulan dia salah satu tokoh pemuda dan penggagas festival Ngejot di desanya.
Siang itu jemputan sudah datang, kami berangkat ke Desa Lenek setelah sebelumnya mampir menjemput seorang wartawan senior di Lombok untuk ikut meliput festival Ngejot.
Sekitar pukul 3:30 sore, setelah sekita satu setengah jam perjalanan kami tiba di Desa Lenek, kami langsung menuju tempat acara di lapangan desa. Disana sudah banyak masyarakat berkumpul untuk mengikuti dan menyaksikan acara tersebut.
Warga terus berdatangan dari berbagai penjuru desa yang terdiri dari beberapa dusun menuju lapangan, kemudian membentuk barisan sesuai dengan dusun masing-masing. Mereka datang sambil menjunjung dulang yaitu wadah yang berisi berbagai makanan khas Lombok seperti opor telur, ayam masak pelalah, daging sapi kelaq bagek, kedelai goreng, serunden, sate pusut, urap, bulayak yaitu sejenis lontong yang dibungkus dengan daun enau dan kue-kue kering khas Lombok, serta buah-buahan.
Secara harfiah Ngejot berarti mengantarkan/membesuk/ziarah
keluarga atau sering diartikan sebagai kegiatan
mengantarkan sesaji (dulang) dalam bentuk makanan kepada orang tua atau keluarga yang
dituakan sebagai simbol ucapan terimakasih, rasa
bakti hormat sekaligus sebagai ucapan permintaan maaf sang anak dan
keluarganya. Prosesi Ngejot di Desa Lenek sudah dilakukan sejak dahulu
kala, dimana Ngejot dilakukan oleh seorang anak perempuan (khususnya yang
sudah berkeluarga) atau menantu perempuan.
Warga Lombok dengan suku Sasaknya dikenal sebagai masyarakat yang sangat religius, taat dan teguh memegang nilai-nilai ajaran agama Islam. Demikian juga yang terjadi
pada masyarakat Lenek dengan kebudayaan Ngejot yakni bentuk atau wujud ungkapan rasa syukur seorang
(anak) kepada Rahmat Allah SWT.
Jika seorang anak tidak datang Ngejot kepada orangtua, kakak dan
kerabatnya, secara tidak langsung orang tua merasa tidak dihargai dan tidak diperhatikan oleh
anak atau menantunya. Sedangkan untuk seseorang yang tidak melakukan prosesi Ngejot ini secara
tidak langsung mendapatkan sanksi berupa cemoohan
dari keluarga.
Prosesi ngejot merupakan prosesi yang sakral bagi masyarakat Desa Lenek karena hanya dilakukan dua kali
dalam setahun yakni menjelang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, khususnya
menjelang hari lebaran Idul Fitri. Prosesi ini biasanya dilakukan sore hari
terakhir puasa Ramadhan dimana Ngejot juga dianggap sebagai
rasa syukur atas kemenangan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
Sebelumnya, prosesi Ngejot ini dilakukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing keluarga di Lenek, baru pada tahun 2012 kemarin prosesi ini dikemas menjadi satu festival yang dilaksanakan serentak oleh seluruh masyarakat Lenek yang dipusatkan di Lapangan Desa Lenek.
Prosesi festival ini diawali dengan para pemuda mengelilingi para tetua desa sambil membawa dulang, kemudian para pemuda meminta maaf kepada para tetua desa. Setelah berdoa bersama lalu dulang-dulang tersebut diserahkan kepada tetua desa sebagai simbol rasa terimakasihnya.
Setelah prosesi simbolis ini selesai, seluruh masyarakat bejalan beriringan menjunjung dulang sampai ke perempatan desa yang yerletak di depan masjid besar Desa lalu berpencar menuju rumah orang tua atau mertua mereka masing-masing untuk menyerahkan dulangnya.
Bagi saya tradisi ini cukup unik, tradisi yang memadukan budaya leluhur mereka dengan nilai-nilai luruh ajaran agama.
Dengan dikemasnya prosesi Ngejot ini menjadi sebuah festival tahunan di Desa Lenek, merupakan salah satu cara untuk tetap mempertahankan budaya yang luhur ini dan bisa dijadikan agenda wisata budaya di Lombok.
mantap meton. kanggo ke tebeit dua photonya, tyg pasang leq blog timurlombok blogspot dot com
ReplyDelete