Thursday 29 August 2013

Menerjang Badai Demi Menengok Sang Naga Purba

"Haahh...?!" saya dan Dairy langsung saling bertatapan mendengar Binsar mengajak kami ke Pulau Komodo besok. Bukannya senang dengan ajakan tersebut, kami malah kaget karena sore tadi kami baru saja sampai Labuan Bajo setelah pulang dari Pulau Rinca dan Lenteng dengan penuh perjuangan menghadapi cuaca yang tidak bersahabat di laut. Om Frans yang tadi ikut bersama kami langsung menolak untuk ajakan tersebut sambil senyum-senyum melihat kami yang bingung karena tidak enak menolak ajakan Binsar. Binsar sendiri tidak ikut ke Lenteng dari Pulau Rinca karena saat kami berangkat dia sedang tidak enak badan (alasan) hehee..
Komodo Dragon

Dua hari sebelumnya saya, Dairy, Om Frans dan seorang bapak warga lokal sebagai guide yang namanya saya sudah lupa berangkat dari Labuan Bajo menuju Lenteng, sebuah kampung di ujung bagian barat Manggari Barat yang bersebrangan dengan Pulau Rinca. Dari awal perjalanan menuju Lenteng banyak pengalaman mendebarkan, kami yang hanya menggunakan perahu kecil harus melawan arus yang cukup deras bahkan seperti aliran sungai ketika melewati selat sempit antara Pulau Rinca dan daratan di ujung barat Pulau Flores. Jika saja kami tidak terlambat berangkat dari Labuan Bajo, kami tidak akan berhadapan dengan arus pasang yang cukup deras ini. Saking derasnya, perahu kami yang hanya bermotor satu sempat hanya diam di tempat melawan arus. Pusaran-pusaran air kecil nampak didekat perahu kami, untungnya pemilik perahu sudah biasa menghadapi keadaan ini sehingga kamipun bisa melewati selat itu dan akhirnya sampai ke Lenteng dengan selamat setelah menempuh perjalanan yang mendebarkan sekitar 3 jam.

Langit mendung saat berangkat dari Labuan Bajo menuju Lenteng
View dari bukit di Lenteng, Pulau Rinca nampak di seberang
Setelah dua hari melakukan survey di Lenteng dan di Golo Senggang, kami bersiap kembali ke Labuan Bajo tapi kami sempatkan untuk mampir ke Pulau Rinca karena penasaran ingin melihat komodo secara langsung. Oh iya, sedikit tentang survey yang kami lakukan adalah untuk survey site baru yang akan diisntal radio transmisi kami.
Saya pikir perahu bisa langsung saja diarahkan menuju daratan terdekat di Pulau Rinca dari Lenteng, tetapi ternyata perahu harus sedikit berputar untuk sampai ke dermaga di Pulau Rinca.
Satu jam meninggalkan kampung Lenteng akhirnya kami di dermaga Loh Buaya, pintu masuk kawasan wisata di Pulau Rinca. Memasuki gapura di Loh Buaya, kami menyusuri track berupa dataran tandus gugusan bukit sebagai latarnya. Dibayangan saya, untuk dapat menjumpai naga purba ini harus tracking naik bukit memasuki hutan mencari habitat mereka di alam liar, tapi ternyata begitu sampai ke pos jagan kita sudah bisa melihat beberapa komodo disana. Ternyata komodo-komodo itu memang sering datang ke pos jaga karena mereka mencium aroma makanan dari dapur. Penciuman komodo memang sangat luar biasa peka, komodo bisa mencium aroma dari jarak cukup jauh bahkan beberapa kilometer. Itu sebabnya bila orang yang memiliki luka, berdarah atau wanita yang sedang datang bulan tidak disarankan untuk mendekat atau jika memang datang harus mendapat pengawalan lebih dari ranger. 
Bersama Dairy saat tiba di dermaga Loh Buaya

Tongkat bercabang harus dibwa untuk menghindari serangan komodo
Komodo di Sekitar pos jaga Loh Buaya

Tubuhnya yang besar dengan panjang bisa mencapai dua meter lebih, kulitnya nampak tebal dan kasar, kuku-kuku panjang nan tajam, lidah yang sesekali dijulurkan diantara gigi-gigi tajamnya dengan liur kental yang hampir selalu keluar dari mulutnya nampak begitu menyeramkan dan penampakan itu hanya berjarak beberapa meter saja di hadapan saya. Perasaan takjub muncul saat itu selain perasaan sedikit tegang karena takut kalau komodo tiba-tiba menyerang. :D
Kami tidak lama disini karena kami harus segera kembali ke Labuan Bajo sebelum hari mulai gelap, lagi pula perut sudah mulai lapar karena belum makan siang. Ditengan perjalanan kembali ke Labuan Bajo juga cukup mendebarkan, hujan mengguyur kami membuat jarak pandang terbatas serta gelombang yang cukup besar mengoncang perahu kecil kami. Mendekati Labuan Bajo cuaca mulai sedikit bersahabat, rumah-rumah panggu di tepian Labuan Bajo mulai terlihat membuat perasaan menjadi lega dan kamipun tiba dengan selamat sebelum hari gelap.

Pemandangan yang dijumpai dalam perjalanan ke Pulau Komodo

Esok harinya kami menuju pelabuhan mencari kapal untuk mengantarkan kami ke Pulau Komodo. Sebenarnya setengah hati keinginan saya untuk berangkat dan saya yakin itu juga yang dirasakan Dairy, tapi kami tidak enak menolak ajakan Binsar yang ingin sekali melihat naga purba itu. Banyak kapal yang tidak berlayar karena cuaca saat ini sedang tidak bersahabat, tapi ada satu kapal yang mau mengantarkan kami kesana. Kami merencanakan untuk pulang pergi di hari itu juga karena kami mencuri-curi waktu disela pekerjaan kami yang masih harus survey di beberapa lokasi di Flores. Seingat saya saat itu biaya sewa kapal 800 ribu rupiah untuk perjalan pulang pergi dalam sehari.
Di awal perjalanan cuaca terlihat masih bersahabat, kami bisa menikmati pemandangan indah pulau-pulau kecil dan gugusan bukit savana yang menghiau. Setelah jauh meninggalkan Labuan Bajo cuaca mulai ganas, gelombang besar menghantam kapal kami, percikan airnya sampai naik menyiram kami sehingga kami harus memakai jas hujan supaya baju tidak basah. Lebih satu jam kondisi itu terjadi sehingga kapal tidak bisa melaju dengan kecepatan normal, membuat perjalanan kami menjadi lebih lama yaitu sekitar 5 jam lebih padahal normalnya penyebrangan dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo bisa ditempuh dalam waktu 4 jam bahkan kurang.
Bersama Binsar saat tiba di Dermaga Loh Liang
View dari Frigata Hill


Ternyata komodo (souvenir) cukup bersahabat :P

"Saya pikir hari ini tidak ada tamu yang datang kesini..?" kata petugas di kantor jaga yang terheran melihat kedatangan kami dikala cuaca sedang tidak bersahabat sejak beberapa hari sebelumnya. Seperti di Loh Buaya, di Loh Liang atau di Pulau Komodo ini juga banyak komodo berkeliaran di sekitar pos jaga. Selain komodo, babi hutan dan rusa juga terlihat berkeliaran dan nampaknya mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran kami. Ranger menyarankan agar kami tidak melakukan gerakan yang mendadak atau tiba-tiba karena ditakutkan itu membuat komodo merasa kaget atau terserang sehingga bisa jadi dia menyerang balik. Itu pula sebabnya para ranger dan pengunjung selalu dibekali tongkat kayu dengan ujung bercabang sebagai tameng atau alaut untuk menghalau jika diserang komodo.
Kami diajak tracking menuju Frigata Hill, spot wajib bagi para pengunjung yang letaknya tidak terlalu jauh dari pos jaga. Dari sini kita bisa melihat keindahan teluk dengan pasir putih dan air yang biru, sayangnya saat itu sedang mendung jadi warna lautnya tidak biru cerah. :D
"Kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional Komodo pada tanggal 6 Maret 1980 dan dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991, bla bla bla...." jelas ranger panjang lebar kepada kami dengan kalimat yang sepertinya sudah terkonsep dan sangat dihafal. Mungkin kalimat dengan susunan persis seperti itu juga yang ia lontarkan kepada setiap pengunjung yang ia dampingi. :D


Komodo di Sekitar pos jaga Loh Liang

Komodo dapat berlari kencang saat mengejar mangsa, komodo juga merupakan pemanjat dan perenang yang handal. Reptil purba ini mampu menyerang mangsa yang ukurannya dua kali lebih besar dari ukuran badannya dengan senjata mematikan yang ada pada liurnya yang menjadai sarang bagi ribuan bakteri jahat sehingga bila mangsa terkena gigitannya, perlahan akan segera mati akibat serangan bakteri tersebut. Mengetahui hal itu, saya sempat berpikir seandainya komodo mengejar, saya tidak tau harus menghidar kemana. :'(

Selain keunikan komodo sebagai satu-satunya hewan purba yang masih bertahan hidup di dunia hingga sekarang, kawasan Taman Nasional Komodo juga memiliki keindahan alam yang luar biasa bak "Hidden Paradise". Kawasan yang terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar ini daratannya didominasi oleh savana dengan gugusan bukit yang eksotis. Pantai-pantai di kawasan ini juga sungguh cantik dan masih perawan seperti pantai Pink dengan pasir berwarna merah muda dan air yang bening. Pesona bawah lautnya juga tidak kalah memukau bahkan dikenal juga sebagai "Paradise Underwater" sehingga mampu menarik para pecinta diving dari berbagai penjuru dunia untukan datang. Berbagai spesies terumbu karang dan spesies ikan termasuk hiu, penyu hijau bahkan pari manta hidup melengkapi keindahan bawah laut kawasan yang terletak di segitiga terumbu karang ini.
Pada tanggal 16 Mei 2012 kawasan Taman Nasional Komodo diakui dunia sebagai salah satu dari New 7 Wonders of Nature. Pantaslah kita bangga hidup di negeri yang indah dan kaya ini yang memiliki bayak keajaiban yang masih tersembunyi.

Hari semakin sore, setelah lumayan puas berada disana melihat langsung reptil purba ini kamipun segera meninggalkan dermaga Loh Liang. Mentari perlahan semakin tergelincir di ufuk barat dan akhirnya bersembunyi di balik perbukitan menjadi pemandangan indah dari atas kapal yang menghantarkan kami ke Labuan Bajo.
Selamat tinggal komodo, ku akan kembali menjengukmu suatu saat nanti..:)

Cerita ini adalah cerita perjalanan saya 5 tahun yang lalu.


Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog "Jelajah 7 Keajaiban Nusantara" bersama Daihatsu, VIVA.co.id dan
BLOGdetik.

Related posts:
Dikejar Hujan di Sawah Lodok, Sawah dengan Karakter Spiderman 
Trip Seru Sebagai Indonesia Travellers Agent ke Pulau Derawan 
Kampung Adat Bena, Kampung dengan Jejak Megalit di Kaki Gunung Inerie 
Berpanas-panasan di Bukit Cinta-Labuan Bajo 

4 comments:

  1. Banyak banget komodo nya, mesti selalu deket2 pawang nya hahaha, btw sayang banget cuaca nya ngak begitu juara :-(

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya.. sayang cuacanya mendung. harus diulang lagi sepertinya..

      Delete
    2. Kalo ngulang, jangan lupa ajak aku yaa mas'e. Aku mau diajak tapi gratisss :-)

      Delete
    3. boleh.. tapi ditinggalin disana ya, jadi santapan komodo.. wakakaa.. :p

      Delete