Friday 10 April 2015

Menyaksikan Serunya Aksi Ksatria Berkuda dalam Pasola

Menu sarapan yang disediakan tidak sempat saya santap, hanya dua potong pisang goreng dan secangkir teh hangat buru-buru saya habiskan karena mobil travel sudah standby di halaman hotel siap untuk berangkat. Saat itu sekitar pukul 8 pagi, penumpang hanya saya dan seorang ibu, mobil mulau meninggalkan Waitabula akan mengantakan saya dan penumpang lainnya ke Waikabubak. Hari itu akan diselanggarakan Pasola di Wanokaka, Sumba Barat yang memang menjadi tujuan utama saya datang ke Sumba.
Pasola di Sumba bisanya di gelar di bulan Februari dan bulan Maret setiap tahunnya, kali ini kesempatan saya bisa menykasikan Pasola pada bulan Maret kemarin.
Siap melemparkan tombak kayu ke arah lawan

Di tengah perjalanan, supir beberapa kali mampir menyemput penumpang lainnya. Obrolan saya dengan supir tentang Pasola dan rententan acara berkaitan dengan Pasola sudah dimulai sejak hari-hari sebelumnya. Kemarin sudah digelar Pajura di Lamboya yaitu semacam duel tangan kosong, sementara dini hari tadi juga dilaksankan penangkapan Nyale (sejenis cacing laut) di pantai Wanokaka seperti halnya tradisi "Bau Nyale" di sekitar pantai Kuta, Lombok Tengah.
Ahh,,, sayang sekali saya ketinggalan moment-monet rententan acara adat tersebut :(

Satu jam lebih meninggalkan Waitabula, kami memasuki Waikabubak ini berarti saya harus turun di agen travel tersebut untuk melanjutkan perjalanan dengan ojek menuju lokasi diselenggarakannya Pasola. Ojek sepeda motor melaju menuju Wanokaka melintasi jalan aspal yang cenderung menurun dengan pemandangan savana yang hijua dan langit yang biru. Sepanjang perjalanan banyak kendaraan menuju arah yang sama, juga ingin menyaksikan Pasola.
Pasola merepakan agenda wisata tahunan andalan di Sumba, khususnya Sumba Barat dan Barat Daya, bahkan hari itu instansi pemerintah dan sekolah-sekolah diliburkan, masyarakat dihimbau untuk datang menyaksikan pegelaran tersebut.

Semakin mendekati lokasi Pasola, padatnya kendaraan dan masyarakat semakin terlihat. Mobil-mobil memenuhi sebagian badan jalan sehingga semakin mendekat ke lokasi Pasola keadaannya semakin macet. Sepeda motor dititipkan di halaman rumah penduduk, kami berjalan kaki menuju lapangan tempat dilaksanakannya Pasola.


"Rato" memimpin upacara sebelum Pasola dimulai

Para peserta Pasola mendengarkan Rato memimpin upacara sebelum Pasola dimulai.

Menjelang Pasola dimulai, para ksatria sudah siap diatas kudanya

Pasola masih belum dimulai, tapi lapangan sudah ramai dengan orang-oarang yang akan menyaksikan Pasola. Beberapa kuda dan penunggangnya sudah ada di pinggir lapangan, kemudian satu-persatu kuda lainnya berdatangan ke lapangan. Kesempatan ini saya gunkan untuk berfoto bersama salah satu kuda Pasola yang sudah didandani dengan ikatan kain berwana warni di rambutnya. Layaknya peserta Pasola sungguhan, saya berfoto memakai ikat kepala dari tenun Sumba yang kemarin saya beli saat berkunjung ke Desa Waitabar. Kapan lagi ada kesempatan narsis berlagak menjadi ksatria pemain Pasola? hehee.. :D

Para peserta sudah berada di lapangan, mereka mengunakan ikat kepala dari kain tenun. Ada juga mengikat kepalanya dengan kain hitam dipadu dengan kain kuning dan merah, ada juga yang ditambahkan aksesoris dari bulu ayam di kepala mereka. Selain ikat kepala, kain tenun berukuran besar dililitkan di pingang mereka. Tongkat kayu dengan panjang sekitar 1,5 -2 meter sudah siap di tangan mereka. Tongkat kayu ini tidak tajam, kedua ujungnya tumpul, mungkin supaya tidak terlalu membahayakan bila terkena lemparan tongkat tersebut.
 
Upacara untuk memulai Pasola dilaksanakan dipimpin "Rato" sebutan bagi tetua adat yang sangat di hormati masyarakat setempat. Setelah "Rato" mebacarakan sambutan dan semacarm mantra-mantra dengan bahasa lokal mereka, Pasola yang sudah sangat saya nanti-natikan pun dimulai. 

Peserta Pasola terdiri dari dua kubu yang mengambil posisi saling berhadapan. Masing-masing kubu terdiri dari sekitar 20-30 orang peserta. Satu persatu kuda dipacu kencang ke tengah lapangan sampai pada posisi yang tepat kemudian dengan sekuat tenanga tongkat kayu dilemparkan ke arah lawan. Di kubu lawan, mereka bersiap menghindar dari serangan, lalu balik menyerang dengan memacu kudanya ke tengah lapangan dan membalas melemparkan tongkat ke lawan.

Penonton yang begitu ramai membentuk pagar yang mengelilingi lapangan. Saking antusiasnya, para penonton tanpa sadar perlahan semikin maju sehingga beberapa kali pihak panitia dan kemaman harus mengingatkan bahkan mendorong penonton untuk mundur agara terhidar dari tongkat yang bisa saja nyasar kearah mereka.

Memacu kuda ke tengah lapangan untuk menyerang

Serangan 4 peserta sekaligus

Serangan demi serangan di lancarkan, kadang serangan dilakukan serentak 4 sampai 5 orang. Lemparan tongkat yang bisa mencapai jarak 10 meter kadang hanya mendarat di rumput bahkan kadang lemparan tongat tersebut bisa ditangkap oleh lawannya. Serangan balasan dari kubu lawan langsung dilancarkan dengan melemparkan tombak ke penyerang tadi. Sesekali lemparan tongkat berhasil telak mengenai lawannya, tak ayal hal ini membuat penonton bersorak sorai kagum terutama penonton yang mendukung kubu tersebut. Bila ada peserta yang terkena lemparan tongkat, peserta lain dari kubu tersebut semangat untk membalasnya. 
Begitu silih berganti, tongkat-tongkat berterbangan di udara saling serang. Tongkat-tongkat yang sudah dileparkan dipungut oleh petugas dari masing-masing kubu untuk kembali digunkan untuk saling serang.

Sorak sorai penonton memberi semangat kepada para pemain menambah keseruan dan ketegangan. Selebrasi atas keberhasilan bila tongkat yang dilemparkan mengenai sasaran menjadi atrsaksi yang menak.
Walalupun terkena lemparan tongkat bahkan ada yang sampai terjatuh dari kudanya, tapi semangat mereka tetap tak pudar. Para pemain Pasola ini tentunya memiliki kebernain yang luar biasa, tak gentar diserang dan tetap semangat menyerang bak seorang kesatria di medan perang.

Diserang bertubi-tubi

Jatuh

Menyerang
Siap melemparkan tongkat kearah lawan
Teriknya matahari tidak menyurutkan antusias para penonton utuk tetap maenyaksikan ritual ini. Berkali-kali petugas mengingatkan penonton agara tetap berada di pinggir lapangan, karena tanpa disadari semakin asik menyaksikan, penonton semakin maju ke dalam lapangan. Di bagian depan, para fotografer sigap dengan kamere dan lensa tele mengarah ke para penyerang untuk mendapatkan gambar terbaik.

Bukan hanya masyarakat lokal Sumba yang menjadi penonton, tapi juga datang dari berbagai wilayah bahkan turis asing tidak sedikit yang datang menyaksikan ritual Pasola ini. Ternyata menyaksikan Pasola langsung memberikan sensasi kepuasan tersendiri, keseruan dan ketegangan begitu terasa, beda dengan hanya melihat rekaman video atau hanya melihatnya dalam foto saja. 

Legenda Pasola bagi masyarakat Sumba adalah permainan penawar duka, duka seorang leluhur atas hilangnya belahan jiwa. Pasola saat ini merupakan atraksi perang damai meskipun acap kali memakan korban, namun segala emosi hanya ditumpahkan saat berlangsung Pasola. Setelah diluar arena Pasola, kubu yang tadinya salaing serang tak lagi mendendam. Ini yang patut dicontoh daripara kesatrai Pasola di tanah Sumba.

Sekali lagi, menyaksikan langsung ritual Pasola sungguh mengagumkan, penuh ketegangan dan tentunya seruuu banget.! Jadi bagi kalian yang ingin ke Sumba, atur jadwalnya agar bertepatan dengan digelarnya ritual Pasola, dijamin tidak bakal kecewa..!
Selebrasi atas keberhasilan lemparan tongkat mengenai lawan

Numpang narsis :D

12 comments:

  1. Replies
    1. gak serem kok mbak, kan tongkatnya dari kayu n ujungnya tumpul.. tapi tetep sakit sih kalo kena.. hehehe..

      Delete
  2. Oh jadi pasola itu feb dan maret, Bismillah tahun depan aja kesana nya, semoga ada yg ngajakin hehehe
    Btw tumben ada foto narsisnya ???? biar ngak dibilang hoax yesssssss #melipir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak, biasanya febuari n maret, tinggal tunggu penguman resmi tanggal berapa aja. Pokoknya harus kesini, pantainya juga kece2.
      Hahahaa.. Iya lah kak, mulai sekarang harus dipasangin poto narsis biar makin eksis kayak kak cumi dan itu tadi, jangan sampe dibilang NO PICT = HOAX..! hahahaa.. :p

      Delete
    2. Kita harus mengkoleksi foto narsis kita di berbagai tempat. Itu sebagia bukti buat anak cucu kita kalo bapak nya juga demen kelayapan kak

      Delete
    3. Setuju kak. Mari kita kmpanyekan gerakan narsis kapanpun dan dimanapun.. Merdekaaa..! :D

      Delete
  3. seru banget ya, tidak gampang bisa berkuda sambil menyerang dan menghindar, indonesia memang kaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas.. Lebih seru lagi kalo bisa nonton langsung. Salut buat warga Sumba yang terus mempertahankan tradisi ini..

      Delete
  4. Keren-keren nih fotonya.
    Dapet aja momen-nya.
    Dari kecil sampe sekarang gue paling suka sama kuda
    tapi takut nunggangin, pernah nyusruk soalnya hahhaa ._.
    ah payah deh gue.. haha :-/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasi kak..
      ayo dicoba lagi naik kudanya, mungkin sekarang kudanya lebih bersahabat jd gak nyusruk lagi.. hehee.. :D

      Delete
  5. Replies
    1. Makasi kang.. Ayo main ke sumba.. Hehee..

      Delete