Wednesday 6 March 2013

Mendadak Jadi Fotografer Jurnalistik di Hari Terakhir Kampanye Pilkada DKI

Cerita ini mungkin sekarang sudah tidak semenarik lagi seperti saat masa Pilkada DKI belangsung, tapi tidak ada salahnya saya tulis untuk sekedar berbagi :)
Minggu pagi itu, selagi menunggu jadwal penerbangan saya kembali ke Denpasar yang masih beberapa jam lagi saya berniat untuk melihat situasi car free day di Sudirman, maklum jarang-jarang ke ibukota hehee..
Sebelumnya, saya ada di Jakarta setelah mengikut company outing di Bandung.
Menuju sudirman dari hotel hanya 10 menit jalan kaki, sampai di Sudirman saya naik jembatan penyebrangan untuk mengambil gambar, tapi tidak ada hal menarik yang saya jumpai selain orang-orang joging, dan berseda. Akhirnya saya melanjutkan menuju Bundaran HI dengan menggunakan busway dari halte Setiabudi.

 






Suasana di Bundaran HI begitu ramai, ternyata hari itu adalah hari terakhir masa kampanye Pilkada DKI. Ada kumunitas yang memainkan musik kesenian Betawi, ada kampanye yang mengajak untuk tidak golput, serta ada yang menggelar kain panjang untuk membubuhkan tandatangan sebagai rasa peduli terhadap kampanye bersih tanpa politik uang. Ternyata hari itu adalah hari terakhir masa kampanye Pilkada DKI. 
Dari arah jalan Tambrin datang arak-arakan dengan atraksi barongsai di barisan depan, rupanya itu adalah konvoi pendukung Foke-Nara. Tidak mau meketingalan moment yang bisa dibilang moment penting saat itu, saya turun dari jembatan penyebrangan dan mengikuti konvoi tersebut. Bagai fotografer jurnalistik lainnya, saya berusaha menyelinap kerumunan masa untuk mendapatkan gambar terbaik.



Foke yang dan rombongannya terus berjalan menuju Bundaran HI dan berinteraksi dengan warga bahkan Foke ikut memainkan Barongsai dengan memegang bagian kepala barongsai dan mengayunkannya. Rombongan terus berjalan mengitari Bundaran HI dan kemudian terhenti di dekat komunitas para pemuda yang sedang beratraksi sepeda sepatu roda dan BMX. Foke menyapa komunitas tersebut dan mengenakan rompi putih atribut kampanyenya kepada salah satu pemuda dari komunitas tersebut.



Setelah merasa cukup mendapatkan gambar dari cagub nomor urut 1, saya beralih menuju kerumunan dengan baju kotak-kotak para pendukung cagub nomor urut 2 Jokowi-Ahok. Di tengah kerumunan nampak sosok Jokowi dikelilingi para peliput dan simpatisannya. Saya tidak dapat mendekat karena kerumunan cukup sesak, untuk mendapatkan gambar terpaksa saya berdiri di atas dinding taman yang ada di pinggir jalan.


 

Saya tidak melihat Ahok ada di tengah kerumunan mempingi Jolowi. Tak lama berselang, dari belakang kerumunan terdengar suara riuh ibu-ibu yang antusias melihat Ahok datang. "Saya senang sama Bapak, bapak pintar" ungkap seorang ibu sambil menyalami tangan Ahok.
Begitu ramainya kerumunan mulai dari warga yang berebut untuk bersalaman dengan pasangan ini dan juga para wartawan dan fotografer yang memburu berita dan gambar untuk media mereka.  
 


Saat itu saya merasa bagai seorang fotografer jurnalistik yang memburu gambar untuk dimuat di media. Suatu pengalaman yang menarik bisa merasakan perjuangan para pemburu berita diantara kerumunan dan terik matahari tetapi harus terus berusaha mendapatkan gambar yang terbaik. Fotografer jurnalistik merupakan profesi yang memegang peran penting dan menjadi ujung tombak dalam menyebarkan informasi ke seluruh masyarakat melalui berbagai media melalui foto-foto yang dihasilkannya.

No comments:

Post a Comment